Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tegas menepis tudingan adanya intervensi dari Istana Wakil Presiden maupun Geng Solo terkait belum diperiksanya Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution beserta lingkarannya dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting. Ketua KPK Setyo Budiyanto, melalui Juru Bicara Budi Prasetyo, memastikan bahwa tidak ada kendala ataupun hambatan dalam proses penyidikan perkara tersebut. Menurut Budi Prasetyo, tim penyidik terus berprogres secara normal dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, saksi, serta pihak-pihak lain yang relevan. Dalam upaya pengungkapan kasus, KPK juga aktif melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi untuk menemukan bukti penting.
Sebelumnya, KPK pernah menyebut Gubernur Sumut Bobby Nasution berada dalam satu lingkaran yang sama dengan Topan Ginting. Hal ini disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, yang mengungkapkan bahwa Topan tidak mungkin bergerak sendirian. Sementara itu, mantan anggota Komisi Yudisial, Farid Wajdi, menekankan pentingnya KPK untuk mengungkap siapa saja aktor di balik praktik korupsi yang berhasil terungkap melalui operasi tangkap tangan pada Juni 2025. Menurut Farid, ada indikasi kuat bahwa Topan hanyalah perantara dan keputusan strategis untuk melakukan suap berasal dari pihak-pihak dengan otoritas lebih tinggi, salah satunya Bobby Nasution. Pernyataan ini memicu pertanyaan besar: apakah kasus ini akan berhenti pada tingkat teknis atau mampu menembus hingga sosok pengambil keputusan utama? Publik terus mencermati perkembangan kasus Topan Ginting sebagai ujian bagi KPK dalam mempertahankan efektivitasnya.
Namun, skeptisisme terhadap KPK kian menguat sejak revisi Undang-Undang KPK tahun 2019 yang membatasi berbagai kewenangan lembaga tersebut, termasuk penyadapan serta pengawasan operasional oleh Dewan Pengawas. Akibatnya, publik merasa KPK lebih banyak menangani kasus kelas menengah, sementara korupsi yang melibatkan elite politik jarang menyentuh aktor utama. Jika penyidikan kasus ini berhenti pada Topan Ginting dan para pejabat teknis tanpa menyentuh lingkaran elite di belakangnya, KPK berisiko dianggap hanya mempertahankan pola lama.
Sebaliknya, jika lembaga ini berhasil memberantas pelaku korupsi tingkat atas, reputasi serta kredibilitasnya dapat direhabilitasi sebagai lembaga antirasuah yang berani dan independen. Kasus Topan Ginting menjadi lebih dari sekadar persoalan korupsi proyek jalan di Sumut. Ini adalah ujian besar yang menentukan kemampuan KPK untuk menerobos tembok birokrasi dan politik sekaligus menjawab keraguan publik tentang ketajaman lembaga ini. Pilihan yang diambil KPK dalam kasus ini akan menentukan apakah lembaga tersebut masih bisa menjadi simbol harapan bangsa dalam pemberantasan korupsi atau malah kehilangan kepercayaan publik sepenuhnya.
Adapun OTT terhadap Topan Ginting pada 26 Juni 2025 turut menyeret empat orang lainnya sebagai tersangka, mulai dari Rasuli Efendi Siregar selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga menjabat sebagai PPK, hingga para pelaku dari kalangan swasta seperti Muhammad Akhirun Piliang (Direktur PT DNG) dan M Rayhan Dulasmi Pilang (Direktur PT RN). Selain itu, Heliyanto selaku PPK dari Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut juga ikut terseret. Sementara itu, Bobby Nasution beserta lingkarannya masih belum diperiksa hingga saat ini.
Pada Rabu, 17 September 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan yang melibatkan mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting. Sidang tersebut menghadirkan dua terdakwa, yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi. Sementara itu, berkas kasus yang terkait dengan Topan Ginting belum diserahkan ke pengadilan. Kedua terdakwa didakwa memberikan suap dengan total nilai sebesar Rp4,054 miliar.
Suap tersebut diduga disalurkan kepada sejumlah pejabat untuk memenangkan paket proyek peningkatan jalan di Sumatera Utara. Sebelum proses lelang proyek berlangsung, Topan Ginting bersama Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, serta Akhirun Piliang sempat melakukan survei di lokasi jalan yang akan dilelang pada 22 April 2025 menggunakan mobil off-road. Saat itu mereka disambut oleh warga Desa Sipingot, Kabupaten Padang Lawas Utara. Pada Juni 2025, Topan Ginting menyampaikan bahwa proyek pembangunan jalan tersebut akan segera dilelang dan meminta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menindaklanjuti hal tersebut. Ia juga menginstruksikan Kirun Piliang untuk mengajukan penawaran. Dalam rentang waktu antara 23 hingga 26 Juni 2025, Kirun Piliang memerintahkan stafnya untuk berkoordinasi dengan staf UPTD Dinas PUPR Sumut guna mempersiapkan aspek teknis terkait proses e-katalog.
Pengamat anggaran dan kebijakan publik Elfenda Ananda pernah menyatakan bahwa alokasi anggaran untuk proyek pembangunan jalan yang berujung pada terseretnya Topan Ginting tidak tersedia dalam APBD Sumut. Menurutnya, dana pembangunan jalan tersebut masih dalam tahap pencarian dan rencananya akan dialihkan dari anggaran dinas lain ke Dinas PUPR. Namun, seolah-olah anggaran proyek senilai Rp231,8 miliar itu sudah siap sehingga pihak kontraktor merasa tergiur dan berani memberikan uang muka. Elfenda juga menambahkan bahwa semua ini bermula dari keinginan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk memulai pembangunan jalan meski anggaran belum tersedia.